BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Implementasi kurikulum 2013 yang sarat dengan karakter dan
kompetensi hendaknya disertai dengan penilaian secara utuh terus menerus dan
berkesinambungan agar dapat mengungkap berbagai aspek yang diperlukan dalam
mengambil suatu keputusan. Sehubungan dengan ini, bab ini secara khusus
menganalisis dan menyajikan tentang penataan penilaian dalam implementasi
kurikulum. Oleh karena itu, materi yang dibahas dan disajikan dalam bab ini
lebih difokuskan pada berbagai permasalahan yang berkaitan dengan penataan
penilaian kurikulum, penilaian proses, penilaian untuk kerja, penilaian
portofolio, penilaian ketuntasan belajar, dan dibahas pula tentang ujian
nasional (UN) dalam implementasi kurikulum 2013.
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana penataan
penilaian dalam implementasi kurikulum 2013 yang ada di Indonesia?
13
TUJUAN
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1.
Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang penataan penilaian
dalam implementasi kurikulum 2013.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENATAAN
PENILAIAN DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013
2.1.1 PENATAAN
PENILAIAN
Salah satu aspek yang dijadikan ajang perubahan dan
penataan dalam kaitannya dengan
implementasi kurikulum 2013 adalah penataan standar penilaian. Penataan
tersebut terutama disesuaikan dengan penataan yang dilakukan pada standar isi,
standar kompetensi lulusan dan standar proses. Meskipun demikian pada akhirnya
penataan penilaian tersebut tetap berfokus pada pembelajaran. Karena pembelajaran
merupakan inti dari implementasi
kurikulum. Pembelajaran sebagai inti dari implementasi kurikulum dalam
garis besarnya menyangkut tiga fungsi
manajerial yaitu perencanaan, pelaksanaan dan penilaian.
Fungsi pertama adalah perencanaan, yang menyangkut
perumusan tujuan dan kompetensi serta memperkirakan cara pencapaian tujuan dan
pembentukan kompetensi tersebut. Perencanaan dipandang sebagai fungsi sentral
dari menejemen pendidikan dan harus berorientasi ke masa depan. Dalam kaitannya
dengan implementasi kurikulum perencanaan ini dituangkan dalam proses
pembelajaran, yang berkaitan dengan cara bagaimana proses pembelajaran
dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan dan kompetensi secara efektif dan efisien.
Fungsi ke dua adalah pelaksanaan atau sering juga
disebut implementasi, adalah proses yang memberikan kepastian bahwa program
pembelajaran sudah memiliki sumber daya manusia dan sarana serta prasarana yang
diperlukan dalam pelaksanaan, sehingga dapat membentuk kompetensi, karakter dan
dapat mencapai tujuan yang di inginkan. Fungsi pelaksanaan ini mencakup
pengorganisasian dan kepemimpinan yang melibatkan penentuan berbagai kegiatan,
seperti pembagian pekerjaan kedalam berbagai tugas yang harus dilakukan guru
dan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.
Fungsi ketiga adalah penilaian yang sering juga
disebut pengendalian atau evaluasi. Penilaian bertujuan untuk menjamin bahwa
proses dan kinerja yang dicapai telah telah sesuai dengan rencana dan tujuan.
Penilaian salah satu aspek penting dalam pembelajaran agar sebagian besar
peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal, karena
banyaknya peserta didik yang mendapatkan nilai rendah atau dibawah standar akan
mempengaruhi efektivitas pembelajaran secara keseluruhan. Oleh karena itu
penilaian pembelajaran harus dilakukan secara terus menerus untuk mengetahui
dan memantau perubahan serta kemajuan yang dicapai peserta didik ataupun untuk
memberi skor, angka atau nilai yang biasa di lakukan dalam penilaian hasil
belajar.
2.1.2 PENILAIAN
KURIKULUM
Penilaian kurikulum harus mencakup aspek pengetahuan,
keterampilan, dan sikap secara utuh dan proporsional, sesuai dengan kompetensi
inti yang telah ditentukan. Penilaian aspek pengetahuan, dapat dilakukan dengan
ujian tulis, lisan dan daftar isi pertanyaan. Penilaian aspek keterampilan
dapat dilakukan dengan ujian praktek, analisis keterampilan dan analisis tugas,
serta penilaian oleh peserta didik sendiri. Adapun penilaian aspek, dapat
dilakukan dengan daftar isi sikap (pengamatan pribadi) dari diri sendiri, dan
daftar isi sikap yang disesuaikan dengan kompetensi inti.
Dalam PP Nomor 32 tahun 2013 tentang Penataan Standar
Nasional Pendidikan dikemukakan beberapa ketentuan tentang penilaian/evaluasi
kurikulum sebagai berikut:
1. Evaluasi kurikulum merupakan upaya
mengumpulkan dan mengolah informasi dalam rangka meningkatkan efektivitas
pelaksanaan kurikulum pada tingkat nasional, daerah, dan satuan pendidikan.
2. Evaluasi kurikulum dilakukan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, satuan pendidikan, dan atau masyarakat.
3. Evaluasi muatan nasional dan muatan
lokal dilakukan oleh pemerintah.
4. Evaluasi muatan lokal dilakukan oleh
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
5. Evaluasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan dilakukan oleh satuan pendidikan yang berkoordinasi dengan dinas
pendidikan setempat.
6. Evaluasi muatan nasional, muatan
lokal, dan Kurikulum Satuan Pendidikan dapat dilakukan oleh masyarakat.
7. Evaluasi kurikulum digunakan untuk
penyempurnaan kurikulum.
Untuk mendapatkan data yang lengkap, utuh dan menyeluruh
tentang penilaian kurikulum dapat dilakukan dengan menilai rancangan kurikulum
dan menilai pengembangan kurikulum di kelas. Kedua hal tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1.
Menilai Rancangan Kurikulum
Rancangan kurikulum harus diarahkan dan diprioritaskan
terhadap program pembelajaran, dan layanan sebagai kerangka kerja untuk
perencanaan kelas. Ketika membangun suatu rancangan kurikulum, guru harus
dilibatkan secara langsung dalam proses dialog. Inilah garis besar yang menjadi
point-point referensi di masa depan, yang dapat dibandingkan kemajuannya dengan kriteria dari kurikulum yang paling baik.
a. Keputusan evaluasi seharusnya dibuat
oleh setiap orang yang terlibat dalam perencanaan. Dalam hal ini anggota
sekolah, orangtua, administrator, anggota masyarakat, dan barangkali
orang-orang dari perguruan tinggi setempat dapat membentuk tim evaluasi
kurikulum. Jika dalam kelompok tersebut tidak ada yang terlatih dalam hal
evaluasi, maka langkah pertama adalah mengadakan pelatihan.
b. Beberapa pertanyaan berikut perlu dijawab dalam kaitannya
dengan evaluasi kurikulum:
· Siapa yang harus dan tidak harus
dilibatkan dalam perancangan kurikulum?
· Masalah dan isu apa yang perlu
dijadikan sasaran? (standar, tujuan, asumsi, organisasi kunci, ilustrasi skenario)
· Bagaimanakah kelompok membagi tugas
dengan anggota sekolah dan anggota masyarakat dalam menganalisis rancangan,
rancangan alternatif, standar kompetensi nasional dan lokal, serta kaitannya
dengan pemuda sekarang dan masa depan?
· Bagaimanakah rancangan draft dipadukan
dengan anggota sekolah lain dan dengan masyarakat?
· Apakah asumsi, konsep, dan kesan
tentang peserta didik, belajar, pengetahuan, pembelajaran, kurikulum, dan
persekolahan dipertimbangkan dalam analisis rancangan dan praktek kurikulum,
proposal, dan pernyataan rancangan kurikulum akhir?
· Apakah asumsi dan prinsip yang
berkaitan dengan kesimpulan dari peserta didik tertentu yang dipertimbangkan
dan digunakan?
· Dalam cara apakah peserta didik dan
guru berhubungan?
· Dalam cara dan untuk apa persamaan,
keadilan, dan pelayanan terhadap seluruh peserta didik dipertimbangkan?
· Bagaimanakah pandangan alternatif yang menyenangkan,
bagaimanakah konflik dipecahkan, untuk apakah partisipan merasakan bahwa
mereka diperlakukan secara adil dan
bijaksana?
· Kapankah perhatian
dipresentasikan?
c. Pengumpulan data dilakukan untuk
mendiskripsikan sebuah rancangan kelompok termasuk observasi dan rekaman dari
setiap pertemuan. Menganalisis data mentah, termasuk mengidentifikasi isu-isu
rancangan khusus mencakup hal-hal berikut:
· Platform: standar kompetensi,
tujuan, asumsi tentang belajar, peserta didik, materi; kriteria seperti
persamaan, inklusi, kenyamanan, kekuasaan, rasa percaya diri peserta didik, dan
civik agensi.
· Pengorganisasian kurikulum: jenis
pengorganisasian, kapasitas untuk peserta didik, kemenarikan, kapasitas
materi, dsb.
· Isi: persfektif materi kurikulum yang dikembangkan.
· Penjabaran organisasi terhadap kegiatan yang berlebihan:
cakupan dan urutan.
· Bahan-bahan: peralatan seperti komputer
dan program komputer, atau peralatan laboratorium untuk matematika dan sains.
Kriteria yang digunakan untuk menafsirkan dan memutuskan
data merupakan pernyataan yang mendeskripsikan tentang kualitas. Kriteria untuk
menafsirkan dan memutuskan data mencakup: kejelasan bahasa dan pikiran, cakupan
yang komprehensif, kelayakan, koherensi, efisiensi, kenyamanan, keaslian,
keterlibatan, efektivitas, keinklusifan, dan kesamaan. Sehubungan dengan itu,
pengolah data, pembuat keputusan, dan pengguna keputusan tentang evaluasi
sebuah rancangan kurikulum memerlukan beberapa orang yang harus dilibatkan
dalam menganalisis data.
Tujuan utama perlibatan anggota sekolah dalam perancangan
kurikulum adalah untuk menciptakan kondisi umum terhadap perencanaan kurikulum.
Karena perbedaan antara perancangan dengan perancanaan tidak terlalu mencolok
dalam pengembangan kurikulum, banyak pertimbangan dalam perancangan kurikulum
juga digunakan untuk mengevaluasi perencanaan kurikulum. Tantangannya di sini
adalah bahwa pemecahan masalah dan pemikiran guru sering merupakan kegiatan
pribadi, padahal semua itu akan mempengaruhi dalam pengembangan kurikulum;
mengapa mereka menekankan pada suatu informasi atau bahan tertentu, atau
bagaimana mereka memandang peserta didiknya dalam kaitannya dengan penafsiran
terhadap rancangan kurikulum.
Beberapa hal yang harus dijadikan bahan pertimbangan dalam
menilai rancangan kurikulum adalah sebagai berikut:
a. Pemain utama dalam evaluasi adalah
guru; tetapi kepala sekolah, supervisor, dan konsultan juga memiliki
kepentingan dalam proses evaluasi, karena itu mereka perlu memahami hubungan
antara perancangan, perencanaan guru, dan kondisi kelas secara khusus.
b. Pertimbangkanlah beberapa pertanyaan
berikut ini:
1) Bagaimanakah guru menafsirkan
tujuan, rasional, dan konsep kunci terhadap rancangan kurikulum?
2) Bagaimanakah guru menafsirkan minat
dan kesiapan peserta didik dalam memahami materi dan membentuk kompetensi?
3) Apakah guru merasa nyaman dengan
kompetensi dasar dan materi standar, dan strategi belajar yang digunakan?
c. Analisis dan pengumpulan data dapat
dilakukan dengan:
1) Melakukan analisis isi terhadap
jurnal untuk mengidentifikasikan ide-ide yang dipertimbangkan, dan kriteria
yang digunakan, serta
2) Mewawancarai guru tentang alasan
mereka memilih menjadi guru, dan apa yang mereka lakukan dalam kegiatan
pembelajaran.
d. Kriteria yang digunakan untuk
menilai kualitas guru dalam perencanaan kurikulum sama dengan kriteria yang
disarankan dalam perancangan kurikulum.
e. Pengolah data, pembuat keputusan,
dan pengguna keputusan bertugas mengumpulkan data. Dalam melaksanakan tugasnya
mereka harus melibatkan guru, karena informasi yang dihasilkan adalah untuk
guru dalam menilai pembelajaran yang dilakukannya.
2.
Menilai Pengembangan Kurikulum di
Kelas
Setiap guru memiliki kepercayaan, dan pandangan terhadap
kurikulum, serta menguji dan merefleksikan kurikulum, yang mencakup perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi. Terdapat beberapa alasan untuk mengevaluasi
pengembangan kurikulum di kelas dalam kaitannya dengan guru dan kurikulum.
Alasan tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, kerja kurikulum transformativ adalah membangun
kelompok anggota sekolah, oleh anggota sekolah, kepala sekolah, dan masyarakat
sekitar. Kedua, peserta didik mengalami kurikulum transformativ sebagai kluster
isi, kegiatan, bahan, lingkungan, dan iklim. Ketiga, kurikulum transformativ
diekspresikan melalui budaya sekolah.
Pertanyaan berikut dapat membimbing guru dalam pengembangan
kurikulum:
·
Apakah
yang dikerjakan peserta didik?
·
Jenis
dan pola berpikir apakah yang digunakan: ingatan, pemahaman, analisis, kreatif,
dan kritikal?
·
Apakah
bentuk materi yang dipelajari peserta didik dan guru: fakta, konsep, prosedur,
analisis, teori, dan seterusnya?
·
Tipe
pengorganisasian apakah yang digunakan?
·
Bagaimanakah
guru dan peserta didik mendiskripsikan iklim dan norma kelas, dan
·
Dalam
hal apa peserta didik secara khusus dilibatkan?
Guru sebagai evaluator mengumpulkan dan menganalisis data
melalui observasi, dan penafsiran merupakan bentuk utama dari pengumpulan dan
analisis data dalam pengembangan kurikulum. Kriteria yang digunakan dalam
menilai pengembangan kurikulum adalah koherensi, kemampuan berpikir dan
pemecahan masalah, masukan dari berbagai pihak, kemenarikan, persamaan,
keaslian, dan kekuasaan.
Sedangkan yang harus diperhatikan dalam menilai hasil
belajar peserta didik adalah sebagai berikut. Pertama, apakah penilaian yang
dilakukan telah mengukur seluruh isi kurikulum. Kedua, apakah penilaian
dilakukan secara rasional dan efisien. Ketiga, apakah penilaian yang dilaksanakan
telah mengukur standar nasional dan local yang kompleks dalam berbagai cara.
Guru, anggota sekolah, orangtua, dan seluruh anggota masyarakat perlu
dilibatkan dalam menilai hasil belajar peserta didik dan keluaran kurikulum
lain. Orangtua dan anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam perencanaan dan
penilaian hasil belajar peserta didik akan lebih menyadari tingkat kesulitan
alami dari evaluasi pendidikan di sekolah.
Beberapa pertanyaan yang perlu dipertimbangkan dalam menilai
hasil belajar peserta didik dan keluaran adalah sebagai berikut:
·
Bagaimanakah
penguasaan peserta didik terhadap ide, keterampilan, nilai dan cara berpikir
sebagaimana yang dirumuskan dalam tujuan dan rancangan kurikulum,
·
Apakah
yang telah dipelajari peserta didik,
·
Bagaimanakah
peserta didik menghubungkan ide, keterampilan, dan nilai dalam kurikulum,
·
Bagaimanakah
aktivitas belajar peserta didik,
·
Bagaimanakah
peserta didik menjelaskan bagaimana mereka belajar,
·
Bagaimanakah
peserta didik menjelaskan ketika mereka mengetahui sesuatu,
·
Bagaimanakah
peserta didik lebih paham, terbuka dan sadar terhadap nilai-nilai dalam
kurikulum,
·
Bagaimanakah
peserta didik menghubungkan apa yang telah dipelajari dengan kehidupan.
Terdapat berbagai cara pengumpulan data tentang pemahaman
pribadi peserta didik terhadap ide-ide, serta cara berpikir dan berbuat. Hal
tersebut antara lain dapat dilakukan dengan melakukan tes, baik tes lisan,
tulisan, maupun tes perbuatan atau dengan cara non tes seperti penilaian
portofolio, wawancara, dan cek list. Kriteria yang digunakan untuk menafsirkan
dan mempertimbangkan data terutama berkaitan dengan tes yang telah
distandarisasikan, yang memiliki norma validitas dan rehabilitas yang tinggi
untuk menafsirkan dan mempertimbangkan data. Meskipun demikian, banyak alternatif
yang dapat digunakan untuk menafsirkan dan mempertimbangkan data.
Pengolah data, pembuat keputusan, dan pengguna keputusan
yang pertama adalah peserta didik yang harus aktif dalam menganalisis dan
mempertimbangkan kegiatan belajarnya. Di samping itu, orangtua dan anggota
masyarakat sebaiknya dilibatkan dalam pengolahan data, pembuatan keputusan, dan
penggunaan keputusan hasil evaluasi.
2.1.3
PENILAIAN PROSES PEMBELAJARAN
Penilaian proses dimaksudkan untuk
menilai kualitas pembelajaran serta internalisasi karakter dan pembentukan
kompetensi peserta didik, termasuk bagaimana tujuan-tujuan belajar
direalisasikan. Dalam hal ini, penilaian proses dilakukan untuk menilai
aktivitas, kreativitas, dan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, terutama
keterlibatan mental, emosional, dan sosial dalam pembentukan kompetensi serta
karakter peserta didik.
Kualitas pembelajaran dapat dilihat
dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses, pembelajaran dikatakan
berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian
besar (80%) peserta didik terlibat
secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran,
disamping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang
besar, dan rasa percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses
pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif
pada diri peserta didik seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (80%).
Lebih lanjut proses pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila
masukan merata, menghasilkan output yang banyak dan bermutu tinggi, serta
sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan pembangunan.
Penilaian proses dilakukan dengan
pengamatan (observasi), dan refleksi. Pengamatan dapat dilakukan oleh guru
ketika peserta didik sedang mengikuti pembelajaran, mengajukan pertanyaan atau
permasalahan, merespon atau menjawab pertanyaan, berdiskusi, dan mengerjakan
tugas-tugas pembelajaran lainnya, baik dikelas maupun diluar kelas. Dalam implementasi
kurikulum, pengamatan dapat dilakukan oleh sesama guru, saling mengamati,
karena kurikulum ini mendorong team
teaching dalam pembelajaran, terutama dalam pembelajaran tematik
integratif. Pengamatan juga bisa dilakukan oleh pendamping, karena dalam implementasi
Kurikulum 2013 rencananya ada program pendampingan sehingga guru akan
didampingi oleh ahli kurikulum dan pembelajaran.
Disamping melalui pengamatan
(observasi), penilaian proses juga dapat dilakukan melalui refleksi. Refleksi
bisa dilakukan oleh guru bersama peserta didik, dengan melibatkan guru lain (observer), atau pendamping. Refleksi
juga bisa melibatkan kepala sekolah, agar ditindaklanjuti dengan pengembangan
kebijakan sekolah. Refleksi ini merupakan tindak lanjut dari pengamatan
(observasi), sehingga apa-apa yang dibicarakan dalam refleksi adalah hasil
observasi, beserta hasil-hasil lain yang muncul dalam pembelajaran.
Dalam implementasi Kurikulum 2013,
penilaian proses baik yang dilakukan melalui pengamatan maupun refleksi harus
ditujukan untuk memperbaiki program pembelajaran dan peningkatan kualitas
layanan kepada peserta didik. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mendorong
terjadinya peningkatan kualitas secara berkesinambungan (continous quality improvement), sehingga dapat menumbuhkan budaya
belajar sekaligus budaya kerja untuk menjadikan hari ini lebih baik dari hari
kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.
2.1.4 PENILAIAN UNTUK KERJA
Dalam implementasi Kurikulum 2013,
amat dianjurkan agar guru lebih mengutamakan penilaian untuk kerja. Peserta
didik diamati dan dinilai bagaimana mereka dapat bergaul, bagaimana mereka
dapat bersosialisasi di masyarakat, dan bagaimana mereka menerapkan
pembelajaran dikelas dalam kehidupan sehari-hari. Pertanyaan akan timbul:
Apakah mungkin menyelenggarakan penilaian unjuk kerja pada ulangan umum
mengingat waktunya amat terbatas? Jawabannya:
Bila tidak mungkin, selenggarakan pada ulangan harian atau bahkan pada kegiatan
pembelajaran sendiri. Guru memberi tugas kepada seorang peserta didik dan memberi
penilaian, atau secara klasikal, namun tetap memperhatikan dan sekaligus memberi
nilai individual.
Dalam hubungannya dengan penilaian
untuk kerja, Leighbody (dalam Mulyasa 2012) mengemukakan elemen-elemen kinerja
yang dapat diukur:
1.
Kualitas penyelesaian pekerjaan.
2.
Keterampilan menggunakan alat-alat.
3.
Kemampuan menganalisis dan merencanakan prosedur kerja
sampai selesai.
4.
Kemampuan mengambil keputusan berdasarkan aplikasi informasi
yang diberikan.
5.
Kemampuan membaca, menggunakan diagram, gambar-gambar, dan
simbol-simbol.
Pengembangan elemen-elemen tersebut dapat dikemas dalam
format sebagai berikut:
FORMAT PENILAIAN UNTUK KERJA
NO
|
KINERJA YANG DINILAI
|
TANGGAPAN GURU
|
TANGGAPAN ORANG TUA
|
SIMPULAN
|
1.
|
Kualitas
penyelesaian pekerjaan
|
|
|
|
2.
|
Keterampilan
menggunakan alat
|
|
|
|
3.
|
Kemampuan
menganalisis dan merencanakan prosedur kerja
|
|
|
|
4.
|
Kemampuan
mengambil keputusan
|
|
|
|
5.
|
Kemampuan
membaca, menggunakan diagram, gambar, dan symbol
|
|
|
|
|
Simpulan
|
|
|
|
Keterangan:
-
Tanggapan guru adalah tanggapan dan penilaian guru terhadap
kompetensi peserta didik berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang diukur.
-
Tanggapan orang tua adalah tanggapan dan penilaian orang tua
atau wali terhadap kompetensi peserta didik berkaitan dengan aspek-aspek
keterampilan yang diukur.
-
Simpulan adalah penilaian guru dengan memperhatikan pendapat
orang tua terhadap setiap aspek keterampilan yang diukur, bisa secara
kualitatif (baik, cukup, kurang), bisa juga secara kuantitatif atau
dikuantifikasi (9,8,7).
-
Simpulan akhir adalah hasil kumulatif peserta didik dalam
pembelajaran yang dilakukan atau kompetensi yang dikuasai. Simpulan akhir ini
merupakan akumulasi dari setiap aspek keterampilan yang diukur.
Dalam penilaian pembelajaran,
penilaian unjuk kerja dapat dilakukan secara efektif dengan langkah-lanhkah
sebagai berikut:
1.
Tetapkan kinerja yang akan dinilai.
2.
Buat daftar yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan
dari masing-masing mata pelajaran dan butir-butir yang dipertimbangkan untuk
menentukan apakah pekerjaan itu memenuhi standart yang telah ditetapkan.
3.
Tentukan pekerjaan untuk peserta didik yang mencakup semua
elemen kinerja yang dinilai dan alokasi waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan pekerjaan.
4.
Buat semua daftar bahan, alat dan gambar yang diperlukan
peserta didik untuk mengerjakan penilaian.
5.
Siapkan petunjuk tertulis yang jelas untuk peserta didik.
6.
Siapkan sistem pensekoran (scoring).
Pelaksanaan penilaian untuk kerja perlu mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut:
1.
Peserta didik telah memperoleh semua bahan, alat, instrumen,
gambar-gambar, atau semua peralatan penyelesaian tes.
2.
Peserta didik telah mengetahui apa hang harus dikerjakan dan
berapa lama waktunya.
3.
Peserta didik harus mengetahui butir-butir yang akan
dinilai.
4.
Bahan, mesin-mesin, alat-alat, yang digunakan tiap peserta
didik memiliki kondisi yang sama.
5.
Bila waktu yang dinilai, cek dulu dengan teliti.
6.
Bila kemampuan merencanakan pekerjaan atau keterampilan
pemakaian alat yang diukur, amati peserta didik selama bekerja.
7.
Guru jangan memberi pertolongan kepada peserta didik,
kecuali menjelaskan petunjuk-petunjuk yang telah diberikan kepadanya.
Rambu-rambu penilaian diatas harus
dianggap sebagai contoh, guru dapat mengubahnya secara fleksibel dengan
memperhatikan berbagai situasi dan kondisi sekolah, karakteristik peserta
didik, dan kemempuan guru sendiri.
2.1.5 PENILAIAN
KARAKTER
Penilaian karakter dimaksudkan untuk
mendeteksi karakter yang terbentuk dalam diri peserta didik melalui
pembelajaran yang telah diikutinya. Pembentukan karakter memang tidak bisa
terbentuk dalam waktu singkat, tapi indikator perilaku dapat dideteksi secara
dini oleh setiap guru. Contoh format penilaian karakter dapat dilihat sebagai
berikut:
FORMAT PENILAIAN KARAKTER
Kompetensi inti
|
Kompetensi dasar
|
Jenis karakter
|
Jenis penilaian
|
Aspek yang dinilai
|
Contoh soal
|
Keterangan
|
|
|
|
|
|
|
|
Format tersebut bisa dikembangkan
sesuai dengan karakter yang akan dinilai, dan jenis penilaian yang digunakan.
Satu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa penilaian yang dilakukan harus
mampu mengukur karakter yang harus diukur. Lebih dari itu, hasil penilaian
harus dapat digunakan untuk memprediksi karakter peserta didik, terutama dalam
penyelesaian pendidikan, dan kehidupan di masyarakat kelak. Selain format
diatas penilaian karakter juga bisa dilakukan sebagai berikut.
PENILAIAN KARAKTER PESERTA DIDIK
JENIS KARAKTER
|
INDIKATOR PERILAKU
|
Bertanggung jawab
|
a.
Melaksanakan kewajiban
b.
Melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan
c.
Menaati tata tertib sekolah
d.
Memelihara fasilitas sekolah
e.
Menjaga kebersihan lingkungan
|
Percaya diri
|
a.
Pantang menyerah
b.
Berani menyatakan pendapat
c.
Berani bertanya
d.
Mengutamakan usaha sendiri dari pada bantuan
e.
Berpenampilan tenang
|
Saling menghargai
|
a.
Menerima perbedaan pendapat
b.
Memaklumi kekurangan orang lain
c.
Mengakui kelebihan orang lain
d.
Dapat bekerja sama
e.
Membantu orang lain
|
Bersikap santun
|
a.
Menerima nasihat guru
b.
Menghindari permusuhan dengan teman
c.
Menjaga perasaan orang lain
d.
Menjaga ketertiban
e.
Berbicara dengan tenang
|
Kompetitif
|
a.
Berani bersaing
b.
Menunjukkan semangat berprestasi
c.
Berusaha ingin lebih maju
d.
Memiliki keinginan untuk tahu
e.
Tampil beda dan unggul
|
Jujur
|
a.
Mengemukakan apa adanya
b.
Berbicara secara terbuka
c.
Menunjukkan fakta yang sebenarnya
d.
Menghargai data
e.
Mengakui kesalahannya
|
2.1.6 PENILAIAN
PORTOFOLIO
Portofolio adalah kumpulan
tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik. Dengan demikian, dapat dikemukakan
bahwa penilaian portofolio adalah penilaian terhadap seluruh tugas yang
dikerjakan peserta didik dalam mata pelajaran tertentu. Penilaian portofolio
dapat dilakukan bersama-sama oleh guru dan peserta didik, kemudian menentukan
hasil penilaian atau skor.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan
penilaian portofolio adalah sebagai berikut:
1. Karya yang
dikumpulkan asli hasil karya yang bersangkutan
2. Menentukan
contoh pekerjaan yang harus dikerjakan
3. Mengumpulkan
dan menyimpan sampel karya
4. Menentukan
kriteria penilaian portofolio
5. Meminta
peserta didik untuk menilai secara terus-menerus hasil portofolionya
6. Merencanakan
pertemuan dengan peserta didik untuk membicarakan hasil portofolio
7. Melibatkan
orang tua dan masyarakat untuk meningkatkan efektifitas penilaian portofolio
Penilaian portofolio dalam Kurikulum
2013 harus dilakukan secara utuh dan berkesinambungan, serta mencakup seluruh
kompetensi inti yang dikembangkan. Adapun format penilaiannya dapat
dikembangkan sebagai berikut:
FORMAT PENILAIAN PORTOFOLIO
Mata Pelajaran:
Kelas: 7
Kompetensi
|
Nama:
.................................................
Tanggal:
..............................................
|
|
Prosedur Kegiatan
|
PENILAIAN
Jelek/Cukup/Baik/Sangat Baik
|
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
|
|
|
Dicapai melalui :
1.
Diri sendiri
2.
Bantuan guru
3.
Seluruh kelas
4.
Kelompok besar
5.
Kelompok kecil
|
Komentar Guru
|
Komentar Orang Tua
|
Tanggapan Siswa
|
Dalam Format Penilaian 1, tampak
adanya prosedur kerja yang dinilai, dan dalam prosedur kerja tersebut secara
tersirat sudah menggambarkan karakter peserta didik. Sedangkan dalam Format
Penilaian 2, karakter peserta didik yang dibentuk dituliskan secara langsung
setelah kompetensi dasar.
FORMAT PENILAIAN PORTOFOLIO 2
Kompetensi Dasar
|
Karakter
|
Materi Pokok
|
Jenis Tugas
|
Keterangan
|
|
|
|
|
|
Format-format tersebut bisa dikembangkan sesuai dengan kompetensi yang akan dinilai, dan jenis tugas yang
diberikan. Satu hal yang harus dipertimbangkan adalah bahwa tugas yang
diberikan harus mampu maningkatkan hasrat belajar peserta didik, dan membantu
mereka dalam menguasai kompetensi. Ingat, apapun alasannya, tugas dalam
portofolio jangan digunakan untuk menghukum atau balas dendam terhadap peserta
didik. Berikut contoh penilaian portofolio yang dikembangkan berdasarkan format
penilaian 1.
CONTOH PENILAIAN PORTOFOLIO
Mata Pelajaran :
IPA
Kelas : 7
Kompetensi Dasar
|
|
Menggunakan mikroskop dan peralatan lain untuk mengamati
gejala-gejala kehidupan
|
Nama: Rani Larasati
Tanggal: ...............................
|
Indikator
|
PENILAIAN
Jelek, Cukup, Baik, Sangat Baik
|
1.
Mengenal bagian-bagian mikroskop
2.
Menggunakan mikroskop dengan benar (fokus, cahaya, objek)
Membuat prediksi bangun tiga dimensi apabila tersedia
hasil pengamatan dua dimensi (horizontal dan vertikal)
|
V
V
V
|
Dicapai melalui:
1.
Bantuan guru
2.
Seluruh kelas
3.
Kelompok besar
4.
Kelompok kecil
5.
Diri sendiri (V)
|
Komentar Guru:
Tingkatkan terus prestasimu, dengan belajar dan belajar
|
Komentar Orang Tua
|
Tanggapan Siswa
|
Gunakan waktumu untuk belajar lebih teratur lagi
|
Stress
nih, banyak tugas……………..
|
2.1.7 PENILAIAN KETUNTASAN BELAJAR
Penilaian ketuntasan belajar
ditetapkan berdasarkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) dengan
mempertimbangkan tiga komponen yang terkait dengan penyelenggaraan
pembelajaran. Ketiga komponen tersebut yaitu:
1.
Kompleksitas materi dan kompetensi yang harus dikuasai
2.
Daya dukung
3.
Kemampuan awal peserta didik.
Sekolah secara bertahap dan berkelanjutan
perlu menetapkan dan meningkatkan KKM untuk mencapai ketuntasan ideal. Setiap
sekolah atau guru tidak dapat meniru atau copy paste KKM dari sekolah lain
karena setiap sekolah sangat bervariasi meskipun dalam satu mata pelajaran.
Jika
penetapan KKM dilakukan secara tepat, maka hasil penilaian ketuntasan belajar
pada umumnya memposisikan peserta didik pada kurva normal, sehingga sebagian
besar peserta didik berada atau mendekati garis rata-rata, serta sebagian kecil
berada di bawah rata-rata dan diatas rata-rata. Baik bagi kelompok peserta
didik di atas rata-rata maupun di bawah rata-rata perlu dilakukan layanan
khusus. Layanan bagi peserta didik di bawah normal disebut program perbaikan,
dan bagi peserta didik di atas normal disebut pengayaan. Berikut contoh format
lembaran program perbaikan, dan format lembaran program pengayaan.
FORMAT LEMBARAN PROGRAM PERBAIKAN
Mata Pelajaran: …………………………………………………………………………………….
Kompetensi Dasar: …………………………………………………………………………………
Kelas: …………………………………………………………………………................................
Tahun Pelajaran: …………………………………………………………………………………...
Ulangan Harian Tanggal: …………………………………………………………………………..
Perbaikan:
No
|
Nama
Siswa
|
Nilai
Sebelum
Perbaikan
|
Tanggal
Perbaikan
|
Bentuk
Perbaikan
|
Nilai
Setelah Perbaikan
|
Keterangan
|
|
|
|
|
|
|
|
Program perbaikan diperuntukkan bagi
peserta didik yang lamban belajar, sehingga tidak dapat mencapai kompetensi
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Oleh karena itu, perbaikan ini
dilakukan untuk memberi kesempatan kepada mereka, dengan cara memberikan waktu
tambahan untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Adapun program
pengayaan diperuntukkan bagi peserta didik yang cepat belajar, sehingga dalam
waktu singkat dapat mencapai kompetensi yang telah ditentukan (sebelum habis
waktu). Contoh format program pengayaan adalah sebagai berikut:
FORMAT
LEMBARAN PROGRAM PENGAYAAN
Mata Pelajaran: …………………………………………………………………………………….
Kompetensi Dasar: …………………………………………………………………………………
Kelas: ………………………………………………………………………………………………
Tahun Pelajaran: …………………………………………………………………………………...
Ulangan harian Tanggal: …………………………………………………………...........................
Pengayaan:
No
|
Nama
Siswa
|
Nilai
Sebelum
Perbaikan
|
Tanggal
Perbaikan
|
Bentuk
Perbaikan
|
Nilai
Setelah Perbaikan
|
Keterangan
|
|
|
|
|
|
|
|
Dalam rangka pencapaian KKM,
perbaikan program dan peningkatan layanan pembelajaran, guru juga dapat
menjaring data melalui penilaian diri sendiri oleh peserta didik. Penilaian
diri sendiri oleh peserta didik, dapat dilakukan guru dengan format sebagai
berikut.
FORMAT
PENILAIAN DIRI SENDIRI
Nama:
…………………………………………………………………………………………….
Mata Pelajaran: …………………………………………………………………………………….
No
|
Penyataan
|
Ya
|
Tidak
|
Catatan
Guru
|
1.
|
Saya
sering kehilangan konsentrasi belajar dalam pelajaran matematika
|
|
|
|
2.
|
Saya
sulit mengikuti pelajaran matematika
|
|
|
|
3.
|
Saya
sulit mengerjakan tugas-tugas matematika
|
|
|
|
4.
|
Saya
memerlukan waktu lama untuk belajar matematika
|
|
|
|
5.
|
Saya
tidak pernah mendapat nilai bagus dalam pelajaran matematika
|
|
|
|
6.
|
dan
seterusnya
|
|
|
|
Penilaian diri sendiri dilakukan
dengan menetapkan sejauh mana kemampuan telah dimiliki seseorang dari suatu
kegiatan pembelajaran atau kegiatan dalam rentang waktu tertentu, yang dapat dilakukan
seseorang untuk menilai dirinya sendiri. Penilaian diri sendiri dapat dilakukan
pada jenjang pendidikan manapun, mulai jenjang pendidikan anak usia dini sampai
jenjang pendidikan tinggi, di sekolah maupun jalur luar sekolah.
2.1.8 UN
DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013
Ujian Nasional (UN) merupakan
kebijakan Pemerintah dalam bidang pendidikan untuk menentukan standar mutu
pendidikan. Kebijakan ini berkaitan dengan berbagai aspek yang dinamis,
seperti budaya, kondisi sosial ekonomi, bahkan politik dan keamanan, sehingga
akan selalu rentan terhadap perbedaan dan kontroversi sejalan dengan perkembangan
masyarakat. Kebijakan tersebut merupakan keputusan politik atau politik
pendidikan, yang menyangkut kepentingan berbagai pihak, bahkan dalam batas-batas
tertentu sering dipolitisir untuk kepentingan kekuasaan. Oleh karena itu, sejak
UN digulirkannya (2002) telah banyak menuai badai, dan menimbulkan berbagai
permasalahan dalam implementasinya di lapangan, baik berupa kecurangan,
kebocoran, dan penyimpangan-penyimpangan lainnya, bahkan konon katanya telah
menelan banyak korban (bagi yang tidak lulus UN). Kondisi ini telah mendorong
sebagian masyarakat untuk melakukan upaya hukum terhadap kebijakan pemerintah
ini (agar UN dihentikan) yang sekarang telah sampai pada penolakan Mahkamah
Agung (MA) terhadap permohonan kasasi yang diajukan pemerintah terkait dengan
pelaksanaan UN. Penolakan kasasi ini ditafsirkan oleh sebagian masyarakat bahwa
UN harus dihentikan. Bahkan dibeberapa daerah hal ini dirayakan sebagai suatu
kemenangan. Meskipun demikian, seperti pada proses hukum sebelumnya, pemerintah
tetap menggelar Ujian Nasional. “Biarkan MK menggonggong, ujian nasional tetap
digelar”. Demikian halnya dalam implementasi Kurikulum 2013, nampaknya masih
tetap akan dilengkapi Ujian Nasional (UN).
Ketentuan tentang UN tersebut dapat
dilihat dalam Pasal 67 PP Nomor 32 Tahun 2013, sebagai berikut:
1)
Pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan Ujian
Nasional yang diikuti Peserta Didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal
pendidikan dasar dan menengah, dan jalur non formal kesetaraan.
2)
Ujian nasional untuk satuan pendidikan jalur formal
pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk
SD/MI/SDLB atau bentuk lain yang sederajat.
3)
Dalam penyelanggaraan Ujian Nasional BSNP bekerja sama
dengan instansi terkait di lingkungan Pemerintah, Pemerintah Provinsi,
Pemerintah kabupaten atau Kota, dan satuan pendidikan
Dengan demikian, Ujian nasional
tetap akan dilakasanakan sesuai dengan kepentingannya (kecuali SD/MI/SDLB, dan
yang sederajat), namun tentu saja memerlukan berbagai perbaikan dalam system
dan manajemennya.sampai saat ini belum ada cara yang dilakukan baik untuk
mengetahui keefektifan berbagai upaya yang dilakukan dalam proses pendidikan,
apakah sudah membuahkan hasil yang memuaskan, kecuali melalui ujian, baik ujian
tingkat kelas, tingkat sekolah, maupun tingkat nasional. Oleh karena itu, upaya
untuk menghapuskan atau menghilangkan ujian nasional, memerlukan berbagai
pemikiran yang matang, agar tidak menghambat jalannya proses pendidikan dan
tidak menimbulkan perpecahan di lapangan.
Dalam hal ini jangan sampai “buruk muka cermin dibuang”,
sebab permasalahan pokok yang sebenarnya bukan pada ujian nasional, tetapi
Karena hasil ujian nasional dijadikan ukuran keberhasilan pemerintah daerah,
sehingga banyak yang dipolitisi untuk kepentingan sesaat. Dalam pada itu,
pemerintah juga menetapkan nilai UN minimal yang harus dicapai oleh peserta
didik dalam kelulusan. Itulah yang telah menimbulkan beberapa masalah teknis
yang dipertanyakan oleh berbagai kalangan. Masalah tersebut antara lain, karena
sifatnya nasional, maka bidang kajian yang di-UN-kan dianggap lebih penting
dari mata pelajaran lain, sehingga sebagian besar upaya sekolah hanya ditujukan
untuk mengantarkan peserta didik mencapai keberhasilan dalam UN. Padahal materi
UN hanya mencakup aspek intelektual, yang tidak mampu mengukur seluruh aspek
pendidikan secara utuh. Dalam hal ini, ada kesan penyempitan terhadap makna dan
hakikat pendidikan yang utuh menjadi hanya menyangkut aspek kognitif dengan
mata kajian terbatas pada yang di UN-kan. Hal tersebut, dapat dilihat dalam
Pasal 70 PP Nomor 32 Tahun 2013, sebagai berikut:
4)
Pada jenjang SMP/MTs/SMPLB, atau bentuk lain yang sederajat,
ujian Nasional mecakup pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika,
dan Ilmu Pengatahuan Alam (IPA).
5)
Pada program paket B, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) dan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
6)
Pada SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat, Ujian
Nasional mencakup Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika,
dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program pendidikan
7)
Pada program paket C, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran yang menjadi
ciri khas program pendidikan
8)
Pada jenjang SMA/MAK atau bentuk lain yang sederajat, Ujian
Nasional mencakup pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan
mata pelajaran kejurusan yang menjadi ciri khas program pendidikan
Dalam ayat-ayat di atas tampak jelas
bahwa UN tidak menguji seluruh mata pelajaran, tetapi hanya dilakukan pada mata
pelajaran tertentu saja. Lebih dari itu, yang diujipun terbatas pada aspek
intelektual, sedangkan kecakapan motorik, sosial, emosional, karakter, moral
atau budi pekerti, dan aspek spiritual seperti diabaikan. Padahal aspek-aspek
tersebut sangat ditekankan dalam implementasi kurikulum 2013.
Meskipun demikian, tujuan Pemerintah
melaksanakan UN adalah untuk mendongkrak kualitas pendidikan dengan menetapkan
standar minimal yang senantiasa ditingkatkan. Hal tersebut sebenarnya cukup
wajar dan masuk akal, karena standar duniapun 7,0 (tujuh koma nol). Namun hal
tersebut digulirkan dalam kondisi masyarakat yang labil, sehingga menimbulkan
berbagai kesalahtafsiran para pelaksana di lapangan, bahkan berujung pada
penolakan. Masyarakat yang tidak
menerima juga tidak bisa disalahkan. Karena mereka beranggapan bahwa
Pemerintah hanya menuntut tanpa melengkapi dengan alat dan sarananya.
Seharusnya setiap kebijakan diikuti
dengan sub-sub kebijakan lain yang menunjang pelaksanaannya di lapangan,
seperti peningkatan sarana dan prasarana sekolah, serta akses informasi di
seluruh daerah; bahkan meningkatkan profesionalisme tenaganya terutama guru.
Kondisi inilah yang sering
menghambat peningkatan kualitas pendidikan, apalagi jika kebijakan Pemerintah
itu hanya dijadikan semacam proyek, yang ketika habis dananya akan berakhir pula
pelaksanaannya.kita bisa menyaksikan tentang nasib cara belajar siswa aktif
(CBSA) ,keterampilan proses, link and match, dan lain-lain kebijakan Pemerintah
dalam bidang pendidikan yang tak jelas ujung pangkalnya dan tahu-tahu harus
sudah diganti. Pergantian juga sering tidak ditunjang oleh data, yang ada
hanyalah bahwa dirjennya, menterinya, atau mungkin presidennya diganti,
sehingga perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian.
Lepas dari berbagai keterbatasan dan
kelemahannya, melalui nilai UN, Pemerintah memiliki kepentingan untuk
mengetahui kemampuan lulusan pendidikan dari berbagai jenis dan jenjang
pendidikan dalam bidang kajian tertentu, sebagai indikator keberhasilan sistem
pendidikan.
Kepentingan Pemerintah untuk
mengetahui hasil pendidikan secara nasional merupakan kepentingan lembaga , dan
merupakan pesan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun
2003.Bahkan maksud dari undang-undang tersebut bukan sekedar UN, tetapi
menyangkut penilaian kinerja seluruh komponen sistem pendidikan. Persoalan yang
muncul justru pada manajemen UN baik di
pusat, daerah, maupun sekolah.Hal tersebut lebih dipersulit lagi oleh sikap
masyarakat yang sedang sakit, antara lain penghargaan yang berlebihan terhadap
benda (keduniaan), persepsi bahwa segala sesuatu dapat dibeli dengan uang
(budaya korup), dan lemahnya tatanan masyarakat(termasuk institusi, hukum,
moral, budaya) membuat pengamanan penyelenggaraan UN semakin berat dan polisi
harus diturunkan ke sekolah-sekolah untuk mengamankan UN.
Mengapa
Harus UN?
UN akan tetap menjadi bagian dalam
implementasi dan penilaian kurikulum 2013 dengan beberapa perbaikan tertentu,
sesuai dengan penataan standar penilaian.Dengan demikian UN akan tetap digelar sesuai dengan jadwal yang
telah ditetapkan( kecuali untuk SD/ MI/ SDLB, dan yang sederajat.
Alasan Pemerintah tetap
menyelanggarakan UN antara lain berkaitan dengan masalah mutu. UN berfungsi
sebagai quality control “terhadap system pendidikan”. Karena control terhadap
proses, dan in-put pendidikan yang sudah sedemikian kecil, bahkan pada saat
sentralisasipun sebenarnya control pusat dibidang pendidikan tidak dapat
dilakukan sepenuhnya, karena rapuhnya mental jaringan birokrasi akibat berbagai
factor diluar masalah pendidikan.
Hal penting yang harus menjadi pemikiran bersama berkaitan
nasib UN dalam Kurikulum 2013 adalah bagaimana agar pendidikan nasional ini tetap menjadi alat
pemersatu bangsa bukan sebaliknya menjadi alat pemecah belah bangsa.Karena
Indonesia terdiri dari berbagai suku, berbagai adat istiadat, dan memiliki
ribuan pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Persoalannya bagaimana
bisa mengetahui kondisi pendidikan di berbagai wilayah dan daerah tersebut. Kalau
tidak dilakukan ujian nasional, dan standarisasi pendidikan, persoalan
berikutnya bagaimana seorang peserta didik dapat berpindah dari satu daerah ke
daerah lain kalau tidak ada standar, dan tidak diketahui kemampuannya secara
nasional. Sebab tanpa standar nasional yang diuji melalui ujian nasional, di
satu daerah berbeda dengan daerah lain secara mencolok. Bahkan tidak menutup
kemungkinan peserta didik yang terpandai di satu daerah ternyata tidak ada
apa-apanya di bangdingkan dengan daerah lain yang lebih maju. Hal ini akan
menyulitkan perpindahan peserta didik, demikian juga guru, dan tenaga
kependidikan lainnya.
Perbedaan itu wajar, tetapi jika
sudah mengarah kepada perpecahan maka Pemerintah harus tegas, dan harus berani
mengambil keputusan yang strategic, waktu dan sasarannya.
Nasib UN
Pascaputusan MA.
Penolakan Mahkamah Agung (MA)
terhadap permohonan kasasi yang di ajukan Pemerintah terkait pelaksanaan (UN),
menunjukkan betapa pemerintah dan masyarakat belum memiliki visi yang sama
tentang pendidikan. Meskipun MA sudah menolak kasasi Pemerintah. Permasalahan UN
tidak berhenti sampai disini. Masalah kedepan masih aka berkembang sejalan
dengan pengalaman dan praktek dan masukan para pakar, yang penting bagaimana
menjamin mutu.namun jika kita hanya mengejar mutu “beyond the standart” maka
ujian nasional belum dapat menjamin daya saing, karena ujian nasional hanya
menjadi “bench mark” yang bisa dinaikkan dan diturunkan
standarnya.Konsekuensinnya, perlu dibangun komitmen bersama antara warga
sekolah dalam melaksanakan program prioritas yang bertumpu pada upaya
peningkatan mutu pendidikan, kualitas layanan berdasarkan kepentingan peserta
didik, dengan memberikan perhatian utama pada pelaksanaan proses pembelajara
beserta perangkat pendukungnya. Dalam implementasi kurikulum 2013, sesuai
dengan PP No.32 tahun 2013 tentang Penataan Standar Nasional Pendidikan, UN
tetap dilaksanakan, tidak dihapus atau dihilangkan kecuali (untuk SD/ MI/ SDLB,
dan yang sederajat). Meski demikian, perlu diperbaiki system dan manajemennya.
Lebih dari itu UN lebih tepat digunakan untuk melihat keberhasilan kurikulum
dan pendidikan secara keseluruhan, bukan untuk menilai keberhasilan peserta
didik, apalagi dijadikan ukuran keberhasilan daerah. Sistem penilaian hasil
belajar peserta didik sebaiknya di serahkan
kepada daerah dan sekolah , dalam penilaian berbasis kelas (PBK), atau
classroom based evaluation (CBE), dan ujian berbasis sekolah (UBS) atau school
based evaluation (SBE) adapun hasil UN dapat dijadikan salah satu bahan
pertimbangan saja. Apapun hasil UN seluruh keputusan yang berkaitan dengan
kelulusan peserta didik harus tetap menjadi kewenangan sekolah, karena gurulah
yang tau secara utuh dan menyeluruh terhadap perkembangan peserta didiknya. Meski
demikisn, dilaksanakan atau tidaknya UN dalam kurikulum 2013 sangat tergantung kepada Pemerintah, Karen
adilaksanakan atau tidaknya dua-duanya mengandung masalah dan resiko.Untuk
mengurangi masalah dan resiko ujian nasional dalam Kurikulum 2013 sebaiknya
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Pertama: UN
jangan dipolitisir untuk kepentingan pemerintah semata apalagi kalau hanya
dijadikan sebagai proyek untuk mencairkan dana.
Kedua: perlu
dikembangkan UN yang menyenangkan baik bagi peserta didik maupun guru dan tidak
perlu UN susulan karena hanya akan terjadi pemborosan, untuk itu maka nilai UN
jangan dijadikan standar kelulusan apalagi dijadikan satu-satunnya penentu
kelulusan peserta didik.
Ketiga : giatkan
dan berdayakan forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan Musyawarah Kerja
Kepala Sekolah (MKKS) dalam memecahkan berbagai persoalan pendidikan di
sekolah, agar terjadi saling tukar pikiran antar guru dan antar kepala sekolah,
terutama dalam kaitannya dengan pembelajaran agar sesuai dengan soal-soal yang diujikan
Pemerintah dalam UN.
Keempat: jadikan
hasil UN sebagai dasar untuk meningkatkan kualitas guru, meningkatkan sarana, dan prasarana sekolah
serta meningkatkan akses informasi yang lengkap di seluruh daerah di Indonesia
sehingga UN benar-benar memetakan kondisi di seluruh wilayah kesatuan Republik
Indonesia. Sekaligus dijadikan ajang perbaikan kualitas yang berkesinambungan
(Continuos Quality Improvement).
Kelima:
sosialisasi yang tepat kepada guru, kepala sekolah dan masyarakat tentan posisi
UN yang nantinnya tidak dijadikan standar kelulusan, sehingga tumbuh
kemandirian dan keberaniaan di kalangan guru dan kepala sekolah untuk
meluluskan atau mentidakluluskan peserta didik tidak hanya karena nilai UN.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Penataan standar penilaian dalam
implementasi kurikulum 2013 harus disesuaikan dengan penataan yang dilakukan
pada standar isi, standar kompetensi lulusan dan standar proses. Penilaian
kurikulum harus mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara utuh
dan proposional, sesuai dengan kompetensi inti yang telah ditentukan. Untuk
mendapatkan data yang lengkap, utuh dan menyeluruh tentang penilaian kurikulum
dapat dilakukan dengan menilai rancangan kurikulum dan menilai pengembangan
kurikulum di kelas.
Dalam implementasi kurikulum 2013,
penilaian mencakup penilaian proses, penilaian unjuk kerja, penilaian karakter,
penilaian portofolio dan penilaian ketuntasan belajar. Tidak hanya itu juga.
Penataan penilaian dalam implementasi kurikulum juga membahas tentang UN (Ujian
Nasional) yang merupakan kbijakan pemerintahan dalam bidang pendidikan untuk
menentukan standart mutu pendidikan di Indonesia.
3.2
SARAN
Implementasi kurikulum 2013 yang
sarat dengan karakter dan kompetensi, hendaknya disertai dengan penilaian
secara utuh, terus menerus, dan berkesinambungan, agar dapat mengungkap
berbagai aspek yang diperlukan dalam mengambil suatu keputusan.
DAFTAR PUSTAKA